Kendati demikian, bukan berarti DPR dan MPR periode ini tak memiliki tantangan.
Lucius mengatakan bahwa tantangannya adalah bagaimana kebijakan yang dihasilkan berpihak kepada rakyat dan adanya partisipasi dari masyarakat.
Dia berpandangan, apabila oposisi juga dengan mudah dibeli atau terjadinya politik transaksional, hal itu akan meningkatkan potensi kesewenang-wenangan atau otoriter.
Baca Juga:18 Mobil Mewah, Berikut Tamu Kenegaraan Yang Hadir Di Pelantikan Jokowi-MarufYa Ampun, Motivator Hajar 4 Siswa Peserta Seminar Kewirausahaan
“Merasa tak ada kekuatan politik oposisi yang bisa menghambat keinginan koalisi pemerintah, itu akan makin memudahkan kesewenangan muncul,” ucap Lucius.
Sedangkan, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai, merapatnya Gerindra ke pemerintah menandakan tidak solidnya koalisi parpol pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin.
“Tadinya 01 saya anggap solid, ternyata begitu kelihatan sekarang terjadi semacam pergeseran, ada pergeseran peta politik seperti itu menunjukkan bahwa koalisi memang sulit untuk dipertahankan,” kata Zuhro di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Zuhro mengatakan, sejak 2004 koalisi pemerintahan cenderung gemuk. Pada 2014, Jokowi berniat membuat gebrakan, dia ingin koalisi ramping dan tidak transaksional. Namun, nyatanya tidak pernah terjadi.
Sejumlah parpol kemudian masuk ke koalisi pemerintahan pada 2014 seperti PPP, Golkar, dan PAN. Padahal ketiga partai itu, tidak mendukung Jokowi pada Pilpres 2014 lalu.
“Di periode kedua, tidak main-main, lebih banyak lagi kan gitu. Jadi sekarang memang kita menyaksikan koalisi itu tidak bisa permanen, koalisinya cenderung memang sangat tentatif,” terangnya.
Zuhro memprediksi, masuknya Gerindra ke koalisi Jokowi semakin mengikis kritik kepada pemerintah.
Baca Juga:Libatkan Kadis PUPR, Pola Kasus Suap Bupati Indramayu dan Walikota Medan BerbedaGeledah Pemkot Medan, KPK Sita Dokumen Hingga Kendaraan
“Mekanisme check and balance antara DPR-eksekutif bisa dipastikan kalau mereka tidak kritis,” pungkasnya. (*)