Akibatnya, ribuan tenaga kerja terutama lulusan sekolah kejuruan (SMK) tak bisa terserap ke sektor industri.
BPS mencatat, pertumbuhan pekerja sektor manufaktur mengalami perlambatan sebesar 0,2 persen year on year. Di sisi lain, kontribusi industri pengolahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga turun dari 4,51 persen (kuartal IV/2017) menjadi menjadi 4,25 persen (kuartal IV/2018).
Lantaran itu lah, menurut Heri, pemerintah harus mempertimbangkan ketersediaan lapangan kerja ketika mendirikan sekolah-sekolah kejuruan. Di samping itu, penyiapan tenaga kerja lewat SMK juga harus memperhatikan potensi masing-masing daerah.
Baca Juga:UU Baru Berlaku, Mungkin KPK Tak Ada OTT Lagi?Susul Kepala BPJN Wilayah XII Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, 6 Orang Dibawa KPK
“Ini bikin sekolah-sekolah untuk pekerjaan yang lagi dicari, padahal nanti ada titik optimum dan tidak efektif. Harusnya sesuai core daerahnya apa,” terang Heri.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Akhmad Akbar Susamto, memberi catatan pada proporsi tenaga kerja informal yang masih tinggi.
Dalam lima tahun terakhir, pekerja informal hanya turun dari 59,81 persen (Februari 2014) menjadi 57,27 persen (Februari 2019), meski sempat ditekan hingga 51,85 persen pada 2015.
Hal ini dirasa tak bagus bagi perekonomian sebab, sumbangsih sektor informal atau “jasa lainnya” terhadap PDB hanya sebesar sebesar 1,84 persen, meski mengalami pertumbuhan cukup–hingga 9,84 persen pada kuartal IV tahun lalu.
“Kita kalau bisa memang banyaknya di formal bukan non formal. Kalau bisa formal naik, informal turun. Masalahnya ini kebalikannya,” tutur Akhmad dalam paparannya di Hongkong Cafe, Jakarta Selasa (30/7/2019).
Apalagi, menurutnya, tingkat kesejahteraan para pekerja informal seperti buruh tani, buruh bangunan, dan pembantu rumah tangga masih minim.
Dari analisisnya, upah nominal terus naik dari tahun ke tahun, tetapi upah nominal sebagai ukuran daya beli yang mempertimbangkan kenaikan inflasi justru stagnan dan menurun.
Baca Juga:Geger Medan, Walikota Dzulmi Eldin Terjaring OTT KPKIni yang Perlu Anda Ketahui Kenapa Rusia Gonta-ganti Lagu Kebangsaan
Data BPS menunjukan upah nominal per 1 Agustus 2017 mencapai Rp 50.100 per hari dan naik per Agustus 2019 menjadi Rp 54.424 per hari. Namun, upah riilnya dari semula Rp 37.500 per hari hanya naik tipis menjadi Rp 37.904 per hari.
“Upah naik terus tapi nominalnya saja. Kalau dia stagnan atau turun di riil, artinya kurang sejahtera,” ucap tandasnya.