Saat kasus bom Depok tersebut Aman masih dibawah bendera kelompok Tauhid wal Jihad dan kemudian dia diketahui sempat mendukung kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) saat terlibat dalam kasus di Aceh dan kemudian mendirikan JAD.
Konteks di tahun 2014 itu kelompok “garis keras” di Indonesia — sebagaimana juga dunia — memang terpukau dengan hadirnya Daulah Islamiyah ISIS pimpinan Abu Bakar Al Baghdadi di Suriah dan Irak yang diproklamirkan Juni 2014.
Maka oleh Aman kelompok itu diberi nama JAD yang berarti jamaah pendukung daulah—yang dalam hal ini adalah daulah ISIS. Aman saat itu menunjuk Marwan alias Abu Musa sebagai amir JAD dan Zainal Anshori sebagai amir JAD wilayah Jawa Timur.
Baca Juga:Detik-detik Wiranto Ditusuk Orang Tak DikenalUsai Operasi, Wiranto Masih Lemas
Aman berniat menjadikan JAD sebagai rumah bagi pendukung ISIS di Indonesia yang berasal dari berbagai organisasi. JAD juga mempersiapkan kedatangan Khilafah Islamiyah, dan memfasilitasi mereka yang hendak jihad ke Suriah-Iraq.
Tak berhenti hanya dengan menunjuk Marwan (saat ini sudah pergi ke Suriah) dan Zainal (tertangkap), Aman juga memerintahkan pendukungnya untuk berkumpul membuat dauroh. Maka digelarlah pertemuan di di Batu, Malang pada November 2015.
Aman Abdurrahman (kiri). [Antara]
Dauroh tiga hari tersebut dihadiri perwakilan JAD dari 30 wilayah. Meski di dalam penjara, Aman ‘ikut’ dalam pertemuan itu dengan sambungan telepon. Dia memerintahkan anak buahnya itu untuk ke tahap berikutnya: mempersiapkan amaliah dan jihad di Indonesia.
Sejak saat itulah JAD muncul sebagai kekuatan baru “mengalahkan” kelompok teror sebelumnya yakni JAT dan Jamaah Islamiah serta Mujahidin Indonesia Timur. Pola serangan JAD juga random dan tidak lagi punya “pakem”. Gereja, polisi, hingga fasilitas umum disikat.
Puncaknya adalah serangan bom di Thamrin Jakarta dan serangan gereja Samarinda (2016), dan tiga serangan pada 2017, yakni serangan bom terminal Kampung Melayu, penusukan polisi di Mapolda Sumut dan penembakan polisi di Bima, NTB.
Belakangan Aman pun dipidana untuk kali ketiga dalam keterlibatannya dalam rangkaian aksi teror maut itu. Pada Juni 2018 lalu dia divonis hukuman mati oleh hakim PN Jakarta Selatan.