Dalam biografi Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit karya Hendro Subroto, tembakan terhadap Kirang diakibatkan pintu hidrolik yang terbuka secara mekanis dengan memakan waktu yang cukup lama. Ketika pintu terbuka, pembajak telah bersiap melepaskan tembakan.
Tiga pembajak tewas seketika. Sedangkan dua lainnya tewas setelah mengalami luka berat. Sesaat sebelum meninggal salah seorang pembajak yang sekarat, seperti dikutip Kompas, 4 April 1981, diketahui bernama Wendi sempat mencatat identitas semua anggota kelompoknya. Nama-nama itu ditulis pada secarik kertas yang disodorkan kepadanya oleh petugas keamanan Angkatan Udara Thailand. Mereka antara lain: Fahrizal (pemimpin pembajakan), Abu Sofyan, Abdullah, Zulfikar, dan Wendi. Wendi tak lain merupakan adik kandung dari Imran.
Menurut Laksamana Soedomo, dalam konferensi pers dikutip Angkatan Bersenjata, 1 April 1981, kelompok pembajak ini melakukan aksi-aksi yang memaksakan kehendaknya untuk mendirikan agama Islam di Indonesia. Imran bin Muhammad Zein divonis mati oleh pengadilan karena didakwa sebagai otak dibalik aksi teror dan pembajakan pesawat Garuda Woyla tersebut. Dia akhirnya dieksekusi pada 1985. (*)