Di zaman pendudukan Jepang, Soedirman juga ikut dalam dewan-dewan daerah di Jawa Tengah, sehingga ia juga mempunyai pengalaman di politik. Soedirman juga pernah menjadi seorang opsir termuda yang memimpin batalyon PETA. Tapi ia tidak pernah menjadi boneka Jepang. Setelah proklamasi ia segera melucuti semua pasukan Jepang di daerah asalnya, Banyumas, Jawa Tengah.
“Karena itulah ia dapat membagikan senjata kepada kesatuan-kesatuan BKR yang kurang lengkap persenjataannya,” kata Ulf.
Dosen University of Queensland ini menulis Soedirman terkenal setelah memukul mundur pasukan Inggris di Ambarawa. Selain Soedirman, Sultan Hamengku Buwono IX diangkat menjadi menteri keamanan.
Baca Juga:Sudah Napi Korupsi, Eks Bupati Cirebon Tersangka Lagi Kasus Pencucian Uang Rp51 MiliarAlutsista TNI, Imparsial: Pemerintahan Jokowi Kurang Perhatian
Dengan mengalirnya pasukan Belanda yang membonceng tentara Inggirs, Indonesia mulai mengambil sikap simbolis yang lebih militan. Pada 1 Januari 1946 Kementerian Keamanan diubah namanya menjadi Kementerian Pertahanan. Dengan perubahan nama ini Kementerian Pertahanan dapat tanggungjawab yang lebih luas.
Dalam waktu yang bersamaan TKR diubah namanya menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Tapi nama ini pun belum memuaskan. Sehingga pada 24 Januari 1946 TKR diubah lagi namanya menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).
Saat itu dibentuk pula sebuah Panitia Besar untuk Reorganisasi Tentara dengan Letjen Oerip Soemarhardjo sebagai ketuanya. Tugas panitia ini untuk meningkatkan efisiensi tentara.
Pada 17 Mei 1946 panita ini menyampaikan hasil kerja kepada Kabinet. Mereka merekomendasikan suatu reorganisasi dari Kementerian Pertahanan dan Markas Besar Tentara. Berdasarkan reorganisasi itu Kementerian Pertahanan akan memperoleh kedudukan yang cukup kuat dengan mendapatkan fungsi-fungsi yang biasanya dilakukan oleh Markas Besar Tentara.
Rapat yang kedua diadakan pada tanggal 23 Mei. Rapat ini dihadiri oelh para perwira Markas Besar dan semua panglima divisi dan resimen. Rapat tersebut menyambut baik rekomendasi dan pengakatan kembali Oerip sebagai Kepala Staf Markas Besar Tentara.
Hasil yang dicapai dari rapat tersebut enambelas divisi yang ada diciutkan menjadi sepuluh. Jumlah resimennya juga dikurangi dan dikelompokan kembali ke dalam brigade-brigade. Tiap divisi dan brigade diberi nomor dan nama yang berkaitan dengan sejarah prakolonial serta mitologi Indonesia. Sejak saat itu para panglima serta kepala stafnya dipilih oleh sidang perwira senior. (*)