Panglima tentara diberikan kepada Suprijadi, pemimpin legendaris dan pemberontakan PETA di Blitar. Tapi pengakatan tersebut hanya simbolis. Karena sejak pemberontakan pada Februari itu Suprijadi tidak pernah terlihat lagi.
Selain pembentukan struktur pusat dibentuk juga komandemen di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Mereka bertanggungjawab melakukan komando taktis atas kesatuan-kesatuan TKR. Badan-badan kelaskaran juga dikelompokan menjadi resimen dan divisi. Enam divisi dibentuk di Sumatra, tiga di Jawa Barat, empat di Jawa Tengah, dan tiga di Jawa Timur.
Ketika pasukan sekutu mendarat dan bergerak ke pedalaman untuk melucuti garnisun-garnisun Jepang, TKR mendesak pemerintah agar segera mengisi jabatan panglima tentara dan menteri pertahanan. Karena pemerintah tidak menanggapi permintaan TKR, pada tanggal 12 November Oerip Soemoharjo memanggil semua panglima divisi dan resimen TKR untuk menghadiri rapat di Yogyakarta. Kota Pelajar dipilih setelah markas TKR di Jakarta diduduki tentara Sekutu.
Baca Juga:Sudah Napi Korupsi, Eks Bupati Cirebon Tersangka Lagi Kasus Pencucian Uang Rp51 MiliarAlutsista TNI, Imparsial: Pemerintahan Jokowi Kurang Perhatian
Dalam rapat tersebut pokok pembicaraan yang utama mengenai jabatan pimpinan Markas Besar TKR dan Kementerian Keamanan. Dalam rapat tersebut seorang opsir bekas PETA, Soedirman dipilih menjadi panglima TKR. Ulf menulis setelah pengangkatan Panglima Soedirman, Oerip mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai kepala staff Markas Besar TKR.
“Rupanya Oerip pada mulanya berharap terpilih untuk menduduki jabatan puncak itu. Dia jauh lebih tua daripada Soedirman yang ketika itu baru berusia 33 tahun, dan tak diragukan lagi dia merupakan perwira staf yang paling memenuhi persyaratan yang tersedia di Indonesia. Tetapi, latar belakang militernya sebagai seorang bekas opsir KNIL membuat dia dicurigai oleh banyak perwira TKR yang lebih muda, yang tidak bersedia memberikan kepercayaan penuh kepada orang-orang yang pernah mengabdi kepada Belanda,” tulis Ulf.
Sementara itu, Soedirman bukan orang yang dapat dicurigai memiliki simpati tersembunyi terhadap Belanda. Sebagai mantan guru, Soedirman juga memiliki prestise sosial yang tinggi.
Sebagai seorang Muslim yang taat ia juga disenangi oleh korps perwira yang beragama Islam. Soedirman juga dipercaya memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai mistik dan nilai-nilai tradisional Jawa. Karena itu ia juga memiliki daya tarik yang besar untuk perwira Jawa yang besar jumlahnya.