Bila, seperti bukti-bukti itu menyarankannya, kup itu dimaksudkan bukan untuk memperluas, tetapi sebaliknya untuk menghancurkan kekuatan kaum Komunis, maka tidak masuk akal bahwa manuver seperti itu diluncurkan oleh pimpinan tentara, hal mana berakhir dengan kematian-berdarah yang bersangkutan. Tetapi eselon yang lebih tinggi tentara Indonesia keadaannya jauh dari bersatu. Salah seorang dari jendral senior yang tidak dimasukkan dalam klik-klik sekitar dua jendral tertinggi Nasution dan Yani — adalah orang yang oleh kup dinaikkan ke singgasana kekuasaan, yaitu Jendral Suharto. Suharto ketika itu komandan KOS-TRAD, tentara cadangan strategis pilihan, dan sesudah Yani, adalah jendral yang paling senior yang sedang dinas aktif. Ia hanya memelihara hubungan yang sangat dingin dengan Nasution dan Yani. (Catatan Ben dan McVey: Bertindak atas dasar informasi yang diperoleh oleh Pranoto, kepala staf Suharto, Nasution telah memecat Suharto dari jabatannya sebagai komandan divisi Jawa Tengah (maksud-nya Divisi Diponegoro — I.Isa) dalam tahun 1959 karena ia (Suharto) terlibat penyelundupan. Lihat Harold Crouch, “Tentara Indonesia dalam Politik: 1960-1971 (tesis PH.D, Monash University, 1975), halaman 164,207 dan 228.
Seperti yang dicatat oleh CIA, ia (Suharto) bukan orang yang disasar oleh grup yang melakukan kup — “pasti merupakan kesalahan besar para perancang kup”. Ini teristimewa menarik karena tiga yang diatas dari perancang kup itu punya alasan khusus untuk mengetahui Suharto itu orang yang seperti apa dan mengapa KOSTRAD itu begitu penting: Letkol Untung, Brigjen Supardjo dan Kolonel Latief pernah atau masih berada langsung di bawah Suharto. Beberapa saat sebelum kup, Latif memimpin latihan-latihan gabungan untuk menguji pertahanan ibukota — maka tidaklah mungkin bahwa ia tidak tahu instalasi-instalasi apa yang vital bagi penguasaan militer atas kota.
Namun Suharto tidak diganggu. Benar sekali, tidak ada percobaan apa-apa untuk menduduki atau mengepung Markas Besar KOSTRAD, dimana Suharto menegak-kan komando kontra-kupnya. Dan meskipun pasukan-pasukan kup merebut instalasi-instalasi sipil pusat, mereka tidak mencoba untuk menguasai komunikasi KOSTRAD yang amat canggih, suatu sistim darurat militer utama, dengan mana Suharto langsung mengumpulkan kendali kekuasaan di tangannya sendiri.