Ia memperlihatkan, baik sukses program Biro Khusus melakukan subversi di dalam AD sehingga PKI bisa berbuat seperti melakukan penculikan seluruh komando tertinggi Tentara, maupun terjadinya suatu keadaan dimana terlihat situasi umum ketidak-siapan [sic] PKI pada saat menhadapi tantangan-menyeluruh dari fihak militer. (halaman 180).
Sebagai kompensasi terhadap ketiadaan kekuatan militer yang menyedihkan itu, orang mestinya menantikan para pelaku kup itu akan menggunakan semaksimal mungkin nama dan otoritas Sukarno. Namun, anehnya, mereka tidak berbuat demikian, bahkan tidak dalam siaran mereka pada saat kemenangan pertama. Analisis CIA itu bingung oleh kenyataan ini: Hampir tidak dapat dibayangkan bahwa siapapun yang melakukan kup di Indonesia dalam tahun 1965, tidak akan mencoba untuk menggunakan otoritas Sukarno untuk merebut dukungan umum di belakang gerakan itu
Kenyataan bahwa Sukarno disebut hanya sebagai seseorang “yang dilindungi” (oleh grup pelaku kup) menciptakan suatu kesan yang samar-samar bahwa kup tsb mungkin anti-Sukarno. (halaman 22).
Baca Juga:YPKP Temukan 346 Kuburan Massal Korban Tragedi 1965, Bedjo Untung: Temuan Diserahkan ke Komnas HAMBelum Lihat Barbuk Bom Molotov, Pengacara Dosen IPB Sebut Dalang Demo Rusuh Adalah Orang ‘Terpandang’
Suatu kesalahan aneh yang dibuat kaum komunis yang dilindungi Sukarno. Lebih aneh lagi, sebagaimana halnya dibikin jelas oleh studi CIA itu, para pelaku-kup tidak memobilisasi dukungan massa sesuatu yang dapat dilakukan oleh kaum Komunis:
Bila PKI yang melakukan kup itu. mengapa ia gagal untuk melancarkan propaganda menyeluruh untuk mendukungnya. PKI mampu sekali untuk itu, untuk memobilisasi opini umum di Indonesia (halaman 128).
Satu-satunya pengecualian terhadap kepasifan yang menimbulkan tanda tanya ini,ialah munculnya editorial dalam suratkabar PKI pada tanggal 2 Oktober, yang, dengan membenarkan tindakan para pemimpin kup telah “memberikan tentara dokumen justifikasi bagi kemusnahan PKI sendiri” (halaman 67). Adalah meng-herankan bahwa tajuk rencana tanggal 2 Oktober itu, munculnya sesudah kup itu gagal, begitu tergesa-gesa, sedangkan pada hari sebelumnya koran-koran Komunis jelas behati-hati.
Laporan CIA itu berasumsi bahwa para redaktur berfikir kup masih berjalan lancar ketika suratkabar itu diletakkan di atas percetakan pada sore tanggal 1 Oktober (Halaman 68), namun di tempat lain diberitakan bahwa pada petang hari telah jelas bahwa kup itu telah gagal. Lebih aneh lagi ialah, munculnya surat kabar itu tidak distop oleh Jendral Suharto, yang pada malam hari tanggal 1 Oktober telah menguasai ibukota dan telah menempatkan semua media di bawah kontrol militer yang ketat. Bagaimana bisa editorial yang memberatkan /melibatkan itu muncul di kiosk-kiosk penjualan koran pada keesokan harinya? Laporan CIA tsb mengarahkan bahwa editorial itu dibuat sebelumnya (halaman 68). Barangkali itu yang terjadi, tetapi tidak mesti hal itu dilakukan oleh pimpinan Partai.