Lingkaran kekuasaan di seputar Presiden Jokowi didominasi oleh generasi baby boomer.
Figur seperti Megawati, Wiranto, Luhut Panjaitan, Hendropriyono, termasuk Presiden Jokowi adalah generasi ini.
Mereka adalah generasi pasca Perang Dunia II. Cenderung berorientasi pada pencapaian dalam karir secara konsisten.
Baca Juga:Runtuhnya Jembatan di Taiwan, 7 WNI Jadi KorbanLagi, Jurnalis Korban Kekerasan Oknum Polisi di Mapolda Metro Jaya
Mereka juga jauh dari era digital. Kalau toh mengenal dunia digital, mereka masuk kategori imigran digital.
Mereka juga hidup di era otoriter (Orde Baru) dan kemudian memasuki masa transisi demokrasi (Reformasi 1998). Jadi mereka adalah imigran demokrasi.
Generasi ini adalah double imigran. Digital sekaligus demokrasi.
Sebagian lainnya adalah Generasi X dan Generasi Milenial. Mereka masuk dalam kelompok native digital, namun dari sisi demokrasi adalah imigran.
Mahasiswa yang kini turun ke jalan, adalah Generasi Z (1995-2010). Termasuk dalam kelompok ini pelajar Sekolah Teknk Menengah (STM) yang pada hari Rabu (25/9) ikut berunjukrasa ke Gedung DPR.
Mereka adalah generasi native digital, sekaligus native demokrasi.
Begitu lahir sudah terintegrasi dengan dunia digital dan demokrasi sekaligus.
Latar belakang dan pengalaman hidup yang berbeda, membuat mereka juga berbeda dalam merespon peristiwa dan keadaan.
Bagi generasi imigran demokrasi, bila sudah masuk ke dunia politik, pemilu sudah dilaksanakan, maka sebuah negara dianggap sudah demokratis.
Persoalan HAM, kebebasan pers, dan berbagai kebebasan individual tidak masuk dalam hitungan.
Mereka beranggapan, indikator kepedulian mahasiswa bila terlibat dalam politik praktis.
Baca Juga:Iran Hukum Mati Agen CIATottenham Hotspur Vs Bayern Munich 2-7, Poch Angkat Suara
Ketika mahasiswa seperti tak peduli ketika generasi yang lebih tua, turun ke jalan selama pilpres, maka mereka dianggap apolitis.
Bagi generasi Z, demokrasi tidak hanya sebatas parpol dan kontestasi pemilu. Banyak fitur demokrasi yang seharusnya bisa dimaksimalkan.
Mulai dari kebebasan individu, berekspresi, penghargaan terhadap ras, gender, agama, pemerintahan yang demokratis, sampai penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi dan kolusi.
Hal itu menjelaskan mengapa begitu muncul satu isu bersama, yakni pelemahan KPK, aksi mahasiswa bermunculan. Mulai dari kota-kota besar, sampai dengan kota-kota kecil di seluruh Indonesia. Isu-isu lain, hanya isu ikutan.
Aparat keamanan, generasi tua tiba-tiba menjadi bingung. Makanya kemudian muncul pertanyaan: Siapa yang menggerakkan? Kok tiba-tiba muncul sangat massif.