Dalam menjalankan perampokan, lanjut Spruyt, Verrips melibatkan beberapa orang: Frank C. Starr, agen CIA di Indonesia; Van Harn, seorang Belanda, tangan kanan Verrips; Paul Spies, seorang Belanda, direktur Javasche Bank Jakarta, dan agen CIA; serta seorang Belanda yang bekerja di Galangan Kapal Angkatan Laut di Surabaya.
Uang hasil rampokannya dimasukkan ke dalam jerigen dan diserahkan kepada tangan kanan Verrips yang tinggal di area Galangan Kapal Angkatan Laut. Uang itu akan dibawa keluar dari Indonesia oleh salah satu fregat Belanda yang masih tersisa di Galangan Kapal Angkatan Laut. Namun, rencana itu berhasil digagalkan.
“Verrips dan kaki tangannya ditangkap,” tulis Spruyt. “Verrips disiksa sampai dia membocorkan tempat persembunyian uang itu.”
Baca Juga:Gubernur Sumbar: Butuh Rp 4,5 Miliar Untuk Pulangkan 900 Urang Awak dari WamenaBeredar Foto 2 Pegawai KPK di Kerumunan Massa Aksi Tolak UU RKUHP
Oltmans menyebut Sutikno Lukitodisastro yang menangkap Verrips. “Dia membenarkan bahwa dialah petinggi Polisi Militer yang menangkap Werner Verrips pada tahun 1950 di Jawa dan memenjarakannya,” kata Oltmans. Kolonel Sutikono kemudian menjabat Atase Militer Indonesia di Amerika Serikat.
Sementara itu, segera setelah menerima laporan perampokan bank, Javasche Bank Jakarta mengirim salah satu direkturnya, Paul Spies, ke Surabaya untuk menilai kerugian yang terjadi. “Bagi masyarakat umum hal ini terlihat wajar, tetapi mereka tidak menyadari bahwa Spies juga merupakan agen CIA,” tulis Spruyt. Spies ditugaskan membebaskan orang-orang yang ditangkap, terutama agen CIA, Verrips dan tangan kanannya, Van Harn.
Menurut Spruyt, beberapa bulan setelah seluruh kejadian, Javasche Bank secara resmi menjadi Bank Indonesia. Verrips menghilang secara misterius dari penjara Indonesia. Van Harn menjalani hukuman penjara empat tahun. Sedangkan Paul Spies meninggal di Vietnam dalam tugas lain sebagai agen CIA.
“Van Harn dan Verrips kemudian muncul di Belanda, dan di Belandalah Verrips terbunuh, secara misterius, dalam kecelakaan yang tidak dapat dijelaskan,” tulis Spruyt.
Namun, menurut Oltmans, setelah dipenjara selama beberapa tahun, Verrips pulang ke Belanda dan kembali menekuni pekerjaannya di bidang intelijen. Ketika mengancamnya, dia bagian dari pelobi Belanda dalam sengketa Irian Barat. Dia kawan dekat Paul Rijkens, ketua pelobi, yang digagas oleh Pangeran Bernhard. Rijkens membantu membiayai bungalo Verrips di daerah luar kota. Sampai-sampai Verrips menamai anak keduanya, Paul.