Sayangnya, Gubernur Papua Lukas Enembe dan beberapa elit Papua meradang terhadap pertemuan Jokowi dengan tokoh-tokoh Papua. Gubernur Lukas menyatakan orang-orang yang diundang Jokowi ke Istana tidak mempunyai kredibilitas mewakili persoalan Papua. Mereka hanya mewakili kepentingan pribadi dan kelompok mereka.
Pendekatan Jokowi selain dialog yang tidak representatif, Jokowi juga mengirim Panglima TNI dan Kapolri ke Papua. Targetnya, Panglima TNI dan Kapolri dapat meredam gerakan-garakan perlawanan rakyat Papua, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal.
Namun, belum sebulan dari kunjungan kedua pimpinan aparatur keamanan ini ke Papua, tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan terjadi di Wamena. Kerusuhan di Wamena yang berkarakter kebencian terhadap masyarakat pendatang ternyata tidak diantisipasi aparat keamanan.
Baca Juga:Angin NuklirSiapapun yang Ingin Gagalkan Pelantikan Presiden Akan Berhadapan dengan TNI
Kejadian kerusuhan di Wamena ini bisa dibilang aparat keamanan sebagai elemen terpenting negara gagal mengantisipasi kejadian ini. Dari kejadian ini, muncul pertanyaan kita, apakah masih ada perlindungan dari negara kepada warga negara? Bagaimana negara memberikan kepastian atas nasib orang-orang non Papua di tanah Papua?
Gerakan Rakyat ke Rakyat
Kematian balita berusia 4 tahun, dan anak kecil 8 tahun di antara orang-orang non Papua yang terbunuh, menunjukkan kebencian rakyat asli Papua terhadap pendatang sangat kental dan berdimensi luas. Kita pernah mengalami kondisi yang sama di masa lalu, ketika orang-orang Jawa diusir dari Aceh. Peristiwa ini terjadi ketika Gerakan Aceh Merdeka mulai bergolak di Aceh.
Pembantaian dengan cara penuh kebencian terhadap pendatang Padang dan Bugis, menunjukkan bahwa bangsa Padang, Bugis dan non Papua lainnya, harus mempunyai orientasi baru dalam melindungi diri. Yakni tidak lagi bersandar hanya pada negara .
Orang Padang, Bugis dan non Papua ini juga harus menulis surat ke PBB agar menghukum Benny Wenda, OPM dan juga pemerintahan Indonesia atas kegagalan melindungi orang-orang sipil tak berdosa. Hal ini untuk mencegah adanya gerakan yang berkatagori Genocide, alias pembasmian etnis.
Kebencian rakyat asli Papua atas pernyataan rasis yang mereka terima dari segelintir orang di Malang dan Surabaya, tidak boleh serta merta mengantarkan mereka membenci orang-orang non Papua di sana. Sebab, orang-orang Indonesia yang pergi ke Papua bukanlah kelompok bersenjata maupun kelompok pembenci rakyat Papua. Mereka adalah orang-orang yang merasa bahwa mencari rejeki adalah usaha yang tidak mengenal batas wilayah.