GEJOLAK akhir-akhir ini di Papua (Irian Jaya) membasahkan kembali kenangan banyak orang tentang kasus Timor Timur. Paling tidak bagi seseorang seperti Menko Polhukam Jenderal (Purn) Wiranto, setiap tanggal 30 Agustus tidak mustahil terasa laksana pil pahit.
Apalagi kini setelah diterbitkannya (dideklasifikasikannya) dokumen-dokumen yang selama ini dirahasiakan secara ketat oleh aktor-aktor utama yang turut berperan dalam penanganan keadaan di Timor Timur, terutama Amerika Serikat, menyusul Referandum yang dikekola Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 30 Agsutus 1999.
Kamis 29 Agustus 2019, Badan Siaran Australia -ABC- memuat laporan mendalam tentang kasus hingga Timor Timur yang waktu itu merupakan salah satu provinsi NKRI menjadi sebuah negara merdeka bernama Timor Leste, dan bagaimana tokoh yang waktu itu menjadi salah seorang kuat Indonesia, Jenderal Wiranto, yang menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata dan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, harus menyimak semacam “kuliah” dari Laksamana Dennis Cutler Blair yang waktu itu adalah Panglima Pasukan Amerika di Wilayah Pasifik. Dia juga pernah menjadi Direktur Badan Intelijen Nasional Amerika.Di tengah-tengah menghangatnya keadaan di TimTim, Laksamana Blair, dalam pertemuan dengan Jenderal Wiranto, ternyata telah menyiapkan catatan terdiri atas empat pokok pembicaraannya, yang kemudian diberikannya kepada Jenderal Wiranto.
Baca Juga:Tas Dilempar Depan Hotel, Isinya…Terkait Barracuda Tabrak Mahasiswa, Polisi: Tidak Ada Unsur Kesengajaan
Adapun ke-4 pokok pembicaraan tersebut, yang kini dapat diungkapkan setelah status kerahasiaannya dicabut oleh otorita terkait Amerika, adalah:
(Saya, kata Laksamana Blair, menjumpai Anda pada saat-saat yang pada hemat saya adalah di antara yang paling sulit dalam karier Anda, guna menyampaikan keprihatinan sangat mendalam pemerintah Amerika):
Pertama, meski sudah berulang kali disampaikan jaminan bahwa TNI dapat memenuhi kewajibannya memelihara keamanan di Timor Timur; dan meski telah dikerahkan sejumlah besar pasukan (TNI) baru ke wilayah itu dan diambilnya tindakan luar biasa yakni memberlakukan keadaan darurat; namun Timor Timur telah terjerumus ke dalam anarki.
Kedua, TNI gagal memenuhi kewajibannya sesuai Persetujuan tanggal 5 Mei. Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa kini terpojok dan sedang melakukan persiapan untuk evakuasi.
Ketiga, penanganan keadaan di Timor Timur menimbulkan pertanyaan mengenai peranan TNI dalam pemerintahan Indonesia. Sungguh sangat penting agar TNI di mata masyarakat internasional dan di seluruh Indonesia terlihat sebagai bagian yang loyal dan bertanggungjawab dari pemerintah dan negara Indonesia.