Pak Rasbi yang miskin tetapi baik hati segera berlalu. Setelah mengucapkan terima kasih, ikan–ikan itu kuambil dan kulemparkan ke ember cucian. Besok pagi Tam akan kusuruh “mbetheti”, membersihkan atau memeruti ikan. Aku tidur lagi. Sampai pagi, Ibu masih termangu-mangu. Sesuatu yang lebih buruk dari kejadian malam itu bisa terjadi setiap saat.
Suatu hari, bintara piket berkata bahwa situasi di Jawa Tengah, terutama di Solo dan daerah Istimewa Yogyakarta, makin gawat. Di pihak lain, pasukan-pasukan terkuat di Jateng tidak ada di tempat. Brigif IV dikirim ke Sumatera Utara dan Brigif V melaksanakan tugas Operasi Dwikora di Kalimatan Barat.
Kabar burung, Jawa Tengah memang sengaja dikosongkan atas perintah komandan tentara yang pro-PKI. Bintara piket itu bilang bahwa kemungkinan besar Yonif 407 akan segera ditarik pulang untuk mengisi kekosongan.
Baca Juga:Kajian Bappenas Dangkal, Anggota Pansus Pemindahan Ibu Kota: Pak Jokowi Semestinya Tidak Buru-buru Umumkan Lokasi IKNMantan KaBais Minta Pemerintah Lakukan Operasi Intelijen Tangkap Penunggang Gelap
Berita itu benar. Brigif 4 yang berada di Sumatera Utara, pada tanggal 23 Oktober 1965, segera diperintahkan kembali ke Jawa Tengah guna mengatasi situasi di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yonif 405 dan 407 kembali dari Sumatera dengan memakai kapal, mampir di Tanjung Priok, kemudian ke Semarang, lalu bersama-sama Yonif 406 menumpas G30S/PKI di daerah Surakarta (Ma Ko Brigade berkedudukan di Solo). Yonif 406 sudah ditempatkan di Klaten satu minggu terlebih dahulu.
Suatu malam, Ayah pulang ke rumah dikawal sekitar satu regu tentara bersenjata lengkap yang kemudian stelling (bersiaga) di halaman. Lampu halaman dimatikan, semua orang tampak tenang tetapi siaga. Serma Hadi juga ada di situ, kali ini dia tidak merokok.
Tidak sampai setengah jam, Ayah berbicara dengan Ibu, lalu menanyakan kabar tentang sekolahku dan adik-adikku. Ayah sangat terkejut waktu Ibu bilang didatangi seorang anggota Gerwani yang mengedarkan kertas. Suara Ayah keras, “Kamu tandatangani, enggak?”
Ibu menjawab tak kalah keras, “Ya ora…, goblok apa aku?”
Ayah kelihatan lega dan bergumam, “Ya wis, kalau kamu tandatangan, bisa-bisa kamu diciduk atau diselesaikan”.