Tapi tentu saja, rasa marah bukan satu-satunya jalur yang mendorong identifikasi sebagai warga Indonesia menjadi sebuah tindakan kolektif. Adanya keyakinan bahwa partisipasi mereka dapat berkontribusi positif dalam menciptakan perubahan juga mendorong individu untuk terlibat dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Ini semacam rasa optimisme dan kepercayaan bahwa aksi ini, sedikit banyak akan mampu menciptakan perubahan.
Kalaupun keyakinan ini sulit dibangun, orientasinya dapat diturunkan pada level yang lebih rendah, jadi setidaknya pelepasan emosi berupa rasa marah dapat tersalurkan.
Baca Juga:Pengembangan Teknologi Robotik di ITBParade Tauhid Ganti Acara Jadi ‘Aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI’
Kedua faktor di atas mengindikasikan bahwa partisipasi dalam sebuah tindakan kolektif lebih bersifat emosional secara kolektif daripada kognitif individual.
Namun perlu digarisbawahi bahwa persepsi terhadap ketidakadilan seringkali hanya mampu ditangkap oleh orang-orang yang nalarnya bekerja secara kritis dan sistematis. Faktor kognisi manusia akan bekerja untuk memproses berbagai informasi dan membangun persepsi atas ketidakadilan.
Akan tetapi, keputusan untuk berpartisipasi lebih ditentukan oleh letupan emosi berupa rasa marah atas ketidakadilan yang terjadi dan keyakinan bahwa aksi tersebut akan mampu memberikan dampak perubahan, baik sedikit maupun banyak.
PhD Candidate in Social Psychology, The University of Queensland