JAKARTA-Koalisi Indonesia Bergerak menyebut bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi selama ini dilakukan secara terorganisasi. Aksi terorganisasi karhutla itu pun dituding telah diketahui pemerintah pada dasarnya.
“Itu dibakar tanpa ketahuan siapa yang pemiliknya. Tapi setelah 5, 6 bulan itu sudah ada bibit-bibit sawit yang muncul. Itu temuan di lapangan. Pembakaran itu diorganisir, pemerintah tahu,” kata Koordinator Institut Hijau, Chalid Muhammad dalam jumpa pers koalisi di kantor Seknas Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Jakarta Selatan, Selasa (24/9).
Chalid lalu menjelaskan pembakaran yang terorganisasi seperti itu bukan dilakukan masyarakat petani atau peladang. Mantan Direktur Eksekutif Walhi itu menuding pelaku pembakaran hutan adalah mereka yang memiliki kekuatan politik atau memiliki kedekatan dengan aparatur penegak hukum.
Baca Juga:Aksi Ribuan Mahasiswa Depan DPRD Sumut Rusuh, Polisi: Ditunggangi DPO Kasus TerorismeJokowi Lempar Bola Panas ke DPR?
Selain itu, Juru Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi turut menilai ada kesalahan dalam perspektif kebijakan kehutanan yang ada di Indonesia. Ia mengatakan selama ini kawasan hutan yang produktif diprioritaskan untuk izin perkebunan hutan tanaman industri.
“Karena perspektif ini kemudian banyak praktek kawasan hutannya dibakar dulu supaya izinnya terbit,” ucap Zenzi.
Modus-modus seperti, lanjut dia, kerap ditemukan di kawasan Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Riau. Demi mencegah modus tersebut, Zenzi menyatakan sebetulnya masyarakat sipil telah mendorong pemerintah agar kawasan hutan yang kritis diprioritaskan untuk restorasi sejak 2011 lalu.
Untuk diketahui, pembakaran hutan untuk membuka lahan sudah dilarang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Pertanian. Namun, di beberapa daerah, masih ada yang mengizinkan pembakaran hutan hingga luasan tertentu, misalnya 2 hektare/
“Land clearing itu sampai 2015 banyak yang menjalankan memang ditebang dulu baru dibakar. Nah, pascaproses penegakan hukum mulai berjalan, sanksi mulai berjalan, praktiknya berubah jadi dia tidak ditebang dalam kawasan hutannya,” ujar Zenzi.
Sementara, LSM lingkungan Greenpeace Greenpeace menemukan sejumlah perusahaan kelapa sawit dan bubur kertas yang diduga mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2015-2018 lolos dari sanksi perdata maupun sanksi administrasi serius. Padahal pada tahun ini, beberapa areal konsesi di antaranya kembali dilanda karhutla.