Menurut Dedi, kordinator berkali-kali diingatkan agar memberitahu seluruh peserta unjuk rasa untuk saling mengenali teman-temannya di lapangan. Hal ini, karena atribut mahasiswa disebutnya bisa dengan mudah di beli oleh orang-orang yang ingin menyusup.
Selain itu, Dedi menegaskan, kepada massa mahasiswa yang hendak menyampaikan aspirasinya, baik di gedung DPR RI maupun di gedung-gedung DPRD lainnya agar selalu melakukannya dengan cara-cara damai.
“Jadi, mimbar mereka itu mimbar akademis, bukan mimbar anarkis. Kalau mimbar anarkis itu pasti disusupi oleh orang-orang tidak bertanggung jawab yang memang menghendaki mereka pasti akan ricuh,” terang perwira polisi bintang satu tersebut.
Baca Juga:Aksi Mahasiswa Berakhir, Bamsoet Masih di Gedung DPR?Viral Oknum Polisi Kejar Peserta Aksi Mahasiswa Hingga ke dalam Masjid, Begini Penjelasan Polda Sulsel
Sementara dari laporan yang diterima, ada enam anak-anak dilaporkan hilang saat berlangsung demo mahasiswa di kawasan gedung DPR/MPR. Seorang supir bernama Cecep Alwan menyebut enam orang anak bosnya yaitu Yusro, Tasnim, Fajar, Maya, Maryam dan Assiya hilang saat mendapat peringatan demonstran untuk menjauh dari lokasi kejadian. “Saya sudah terjebak tadi, dan ada sepertinya mahasiswa coba menolong. Tapi saya terjatuh dan anak-anak itu hilang dibawa mereka,” ujar Cecep.
Ia menjelaskan, keenam anak itu diantarkan olehnya setelah pulang sekolah. Ia tidak sengaja terjebak di kawasan itu sekitar pukul 17.00 WIB. Saat dikonfirmasi langsung kepada orang tua anak hilang, Amani, beliau membenarkan bahwa anak-anaknya hilang. “Ya, benar. Itu anak-anak saya,” ujar wanita yang mengaku tinggal di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat itu. Hingga pukul 20.00 WIB, situasi di kawasan GBK, Fly Over Senayan dan Jalan Gatot Subroto masih berlangsung bentrok antara pendemo mahasiswa dan korps Brimob.
Menanggapi peristiwa yang terjadi belakangan ini, Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago menduga ada pihak-pihak yang mengatur dengan maraknya aksi unjuk rasa agar situasi perpolitikan nasional menjadi kacau. “Saya melihat ada setting-an untuk membuat kondisi politik tidak teratur, kacau. Apabila terjadi instabilitas politik otomatis merugikan Jokowi. Targetnya adalah untuk mendelegitimasi kepemimpinan Presiden Joko Widodo,” kata Pangi.
Menurut Direktur eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini, masalah yang dihadapi oleh pemerintah begitu kompleks, sementara di sisi lain, Jokowi sendiri terkesan tidak punya sikap tegas. “Begitu kompleks masalahnya, sementara Jokowi enggak punya sikap. Mulai kabut asap, konflik Papua, RUU KPK yang sangat rentan ditunggangi kepentingan dan agenda lain yang ingin membuat kekacauan, sehingga Jokowi bisa gagal dilantik,” jelas pria asal Sumbar ini.