MISTERI besar masih menyelimuti peristiwa semburan minyak yang muncul dari bawah laut pada sumur pengeboran YYA-1 milik PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), perairan Karawang, Jawa Barat. Hingga pekan ketiga sejak kejadian pada 12 Juli 2019, belum ada keterbukaan informasi tentang penyebab terjadinya peristiwa mengerikan tersebut.
Padahal, peristiwa tersebut oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional disebut sebagai bencana industri yang besar. Sebutan tersebut muncul, karena semburan minyak berhasil melumpuhkan aktivitas masyarakat pesisir yang ada di sekitar lokasi peristiwa. Bahkan, nelayan praktis sama sekali tidak menangkap ikan sejak 12 Juli 2019.
Koordinator JATAM Nasional Merah Johansyah menyebutkan, upaya penanganan yang dilakukan oleh Perusahaan hingga saat ini masih sangat lambat dan tidak ada keterbukaan informasi. Padahal, selama masa penanganan berlangsung, masyarakat pesisir mempertaruhkan harus keberlangsungan hidupnya. Tanpa laut yang bersih, masyarakat tidak akan bisa mendapatkan sumber penghidupan.
Baca Juga:Petaka Tumpahan Minyak di Karawang, 16 Nelayan Gugat Dirut PertaminaJutaan Data Penumpang Bocor, Begini Penjelasan Malindo Air
“Dan itu berarti tidak ada penghasilan yang bisa didapat oleh para nelayan selama waktu yang tidak terbatas,” ucapnya di Jakarta, Senin (29/7/2019).
Tentang keterbukaan informasi, Merah menyorotnya dengan sangat tajam. Seharusnya, Perusahaan yang mengambil peranan utama pada bencana tersebut, bisa memberikan informasi sebanyak mungkin kepada publik, terutama masyarakat pesisir yang mendiami kawasan di sekitar lokasi semburan minyak. Namun yang terjadi, hingga saat ini justru sangat minim informasi tentang hal itu.
Kalaupun ada informasi yang berhasil dipublikasikan, menurut Johansyah itu juga sifatnya masih belum bisa dijamin kebenarannya. Contohnya saja, soal informasi berapa banyak minyak yang ada di kawasan perairan tersebut, Perusahaan memang sudah menyebutkannya. Tetapi, angka 3.000 barel yang disebutkan mencemari laut di sana, dicurigai bukan angka yang sebenarnya.
Kecurigaan tersebut muncul, karena Merah mengaku sudah mendapatkan informasi detil saat KIARA dan JATAM melihat langsung ke lokasi semburan. Dari fakta yang didapat, minyak yang tercecer dan mencemari perairan terlihat sangat banyak dan berwarna pekat dengan mengeluarkan bau menyengat yang memicu sakit kepala dan mual.