Jaksa menyatakan Permen Nomor 10 Tahun 2018 terkait juknis mengatur besaran bantuan fasilitas yang diberikan ke KONI, KOI, dan induk cabang olahraga dibatasi hanya mendapat anggaran Rp7 miliar dalam satu paket kegiatan.
Juknis tersebut dibuat Deputi IV Kemenpora Mulyana dan disahkan Imam. Namun, pada tahun anggaran 2018, KONI justru mendapat anggaran hingga Rp47 miliar untuk dua paket kegiatan. Imam mengaku tidak tahu terkait hal tersebut.
Menjawab pertanyaan jaksa tersebut, Imam mengatakan hal tersebut merupakan tanggung jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan unit di bawahnya. Dia pun mengaku tak tahu menahu soal anggaran tersebut dan pencairannya hingga terjadinya OTT KPK.
Baca Juga:Jadi Tersangka Suap Hibah, Menpora Diduga Terima Rp 26,5 MKabut Asap, Indonesia Tutup 30 Perusahaan
Selanjutnya pada 26 Juli 2019, Sekretaris Menpora Gator S Dewa Broto turut dipanggil KPK. Gatot memenuhi panggilan itu dan memberikan keterangan mengenai pengembangan perkara suap dana hibah KONI.
Berselang sepekan atau pada 1 Agustus 2019, mantan pebulutangkis Indonesia Taufik Hidayat diperiksa KPK diduga terkait dugaan suap dana hibah KONI. Dia diperiksa selama empat setengah jam. Taufik dicecar sembilan pertanyaan. Selain terkait tupoksi dia sebagai Stafsus Menpora, Taufik mengaku juga ditanya mengenai tupoksi Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima).
Lantas pada Kamis (12/9) lalu, satu pejabat dan dua staf Kemenpora divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor. Eks Deputi IV bidang peningkatan prestasi olahraga di Kemenpora Mulyana divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara serta pidana denda Rp200 juta subsider kurungan 2 bulan penjara.
Selain Mulyana, hakim memvonis staf Kemenpora Adhi Purnomo dan Eko Triyanto dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Keduanya terbukti menerima suap dari Ending.
Pada hari yang sama, KPK menahan Asisten Pribadi Menpora, Miftahul Ulum. Dia ditahan selama 20 hari pertama di rutan cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK. Penahanan dilakukan tanpa adanya pengumuman tersangka dari lembaga antirasuah.
Sebelumnya atau pada sidang lanjutan terdakwa kasus suap KONI, Miftahul mengaku pernah meminta ‘uang kopi’ sebesar Rp2 juta kepada Ending.