Menurut dua mantan pejabat, beberapa operatif memiliki alasan lain untuk mencurigai bahwa sumber itu bisa jadi merupakan agen ganda. Namun, mereka menolak untuk menjelaskan lebih lanjut. Para pejabat saat ini maupun mantan pejabat lain yang mengakui merasa ragu mengatakan bahwa merasa lega ketika sumber itu setuju untuk diekstraksi setelah CIA menawarkan untuk kedua kalinya.
Meninggalkan negara asalnya adalah keputusan yang berat, menurut Joseph Augustyn, mantan petugas senior CIA yang pernah mengelola pusat pemukiman kembali para pembelot CIA. Seringkali, para informan tersebut merahasiakan pekerjaan mata-mata mereka dari keluarga mereka.
“Ini adalah keputusan yang sangat sulit untuk dibuat, tetapi ini terserah mereka,” kata Augustyn. “Ada saat-saat ketika orang belum mengungkapkan ketika kami sangat menyarankan mereka untuk melakukannya.”
Baca Juga:4 Cara Ampuh Mencegah Mata Minus Pada AnakBongkar Mafia Migas, KPK Tetapkan Mantan Presdir Petral Bambang Irianto Tersangka
Keputusan untuk mengekstraksi informan itu “sebagian” didorong karena kekhawatiran bahwa Trump dan pemerintahannya telah salah menangani intelijen yang sensitif, CNN melaporkan. Namun para mantan pejabat intelijen mengatakan tidak ada bukti publik bahwa Trump secara langsung telah membahayakan sumbernya. Para pejabat Amerika lainnya bersikeras bahwa pengawasan media terhadap sumber-sumber CIA itu sendiri merupakan dorongan untuk ekstraksi informan tersebut.
Trump pertama kali mendapatkan pengarahan tentang sumber intelijen campur tangan Rusia, termasuk materi dari informan yang berharga itu, dua minggu sebelum pelantikannya. Seorang juru bicara CIA yang menanggapi laporan CNN menyebutkan pernyataan bahwa penanganan intelijen oleh Trump telah memicu ekstraksi yang dilaporkan sebagai “spekulasi sesat.”
Beberapa mantan pejabat intelijen mengatakan bahwa pertemuan tertutup presiden dengan Putin dan para pejabat Rusia lainnya, bersama dengan unggahan di Twitter tentang masalah intelijen yang rumit, telah menimbulkan kekhawatiran di antara para informan di luar negeri.
“Kita memiliki seorang presiden, tidak seperti presiden lainnya dalam sejarah modern, yang bersedia menggunakan sumber intelijen yang sensitif dan dirahasiakan sesuai keinginannya,” menurut Steven L. Hall, mantan petugas CIA yang memimpin operasi agen Rusia. “Dia melakukannya di hadapan musuh kita. Dia melakukannya lewat Twitter. Kami berada di wilayah yang belum terpetakan.”