Usaha lainnya adalah ritel pakaian: Giordano. Tapi toko-tokonya yang di berbagai kota di Tiongkok sudah dijual.
Tentu banyak kelompok seperti itu yang lain. Misalnya dari kelompok Demosisto. Yang sudah diulas juga di DI’s Way (Lihat DI’s Way: Gerakan Lokal).
Yang radikal itulah yang pada dasarnya punya agenda khusus: ingin Hongkong merdeka dari Tiongkok.
Baca Juga:Santri asal Banjar Tewas Ditusuk Pria Bertato, Hafal 5 Juz Al QuranKesultanan Banjar: Suku Dayak Kuno Jadi Kerajaan Islam Pertama di Kalimantan Selatan
Katakanlah lima tuntutan itu dipenuhi. Yang aliran keras itu pasti punya alasan lain lagi. Tujuannya utamanya memang bukan itu.
Pernah, misalnya, ada masalah bahasa. Awal tahun lalu.
Tiba-tiba saja ada isu: sekolah-sekolah di Hongkong akan diwajibkan mengajarkan bahasa Mandarin (普通话).
Isu itu menjadi besar. Gelombang penentangan pun meluas. Mereka menolak bahasa Mandarin. Mereka merasa itu bagian dari intervensi Tiongkok ke Hongkong. Itu merupakan upaya Tiongkok untuk menghapus identitas Hongkong.
Orang Hongkong sangat bangga dengan bahasanya sendiri: bahasa Kanton. Yakni bahasa yang sama yang dipergunakan di satu provinsi besar di Tiongkok: Guangdong.
Tapi isu bahasa itu reda sendiri. Setelah pemerintah menegaskan tidak pernah ada rencana seperti itu.
Rasanya juga tidak ada perlunya.
Kini semua orang Hongkong sudah bisa berbahasa Mandarin. Tanpa ada yang mewajibkan.
Sudah beda dengan 30 tahun lalu. Yang mereka enggan bicara Mandarin.
Bahkan, sebelum itu, mereka merasa terhina kalau berbahasa Mandarin. Dianggap bahasanya orang kampung. Atau bahasanya orang miskin.
Baca Juga:Preman di Jawa KunoSimbol Perlawanan, Logo KPK di Gedung Merah Putih Ditutup Kain Hitam
Belakangan, ketika Tiongkok sudah maju, perubahan terjadi sendiri. Secara alamiah. Pembelanja dari Tiongkok membanjiri ke Hongkong. Banyak yang tidak bisa berbahasa Kanton (广东话).
Pun Tiongkok kian kaya. Bahkan kemudian mengalahkan Hongkong. Bukan hanya bahasa. Uang renminbi pun kemudian mereka terima.
Mula-mula nilai rinminbi lebih rendah dari dolar Hongkong. Belakangan nilai renminbi lebih tinggi.
Pun saat krismon 1998.
Tiongkok-lah yang menyelamatkan ekonomi Hongkong. Yang kala itu menjadi target George Soros untuk dihancurkan.
Ternyata ekonomi Indonesia yang terkena.
Tiongkok sendiri sudah agak lama prihatin dengan ekonomi Hongkong. Mengapa kapitalisme Hongkong yang begitu murni tidak bisa membawa kesejahteraan pada penduduknya. Mengapa Hongkong begitu kaya, tapi perumahan rakyat begitu parahnya.