Melihat dari literasi sejarah yang ada dapat dikatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada awal abad ke 13 sebagaimana para peneliti Barat nyatakan dapat dikatakan tidak benar, melainkan Islam telah datang ke Nusantara pada kisaran abad ke 6 M,
Berbagai teori masuknya Islam di Nusantara, telah dibahas oleh banyak ahli berdasarkan bukti sekaligus relasi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Kesamaan mazhab, pemahaman keagamaan, serta cara-cara penyebaran paling banyak diperbincangakan. Dengan demikian, kesimpulan masuknya Islam di Nusantara, tampaknya disepakati oleh ahli sejarah, baik dalam maupun luar dengan “Teori Arab”.
Hal itu diperkuat dari temuan surat dalam kearsipan Dinasti Umayyah mengenai kerajaan Sriwijaya, akan tetapi temuan ini menjadi benang misteri dalam sejarah peradaban Nusantara, dimana selama ini pemerintahan lebih cendrung mengkaji dan menggali situs, artefak, dan kronik yang berkaitan dengan peninggalan agama Hindu-Buddha.
Baca Juga:Hari Ini, Presiden Jokowi Resmikan PT Esemka BoyolaliSesak Nafas, Ada Jarum dalam Jantung Bocah Berusia 11 Tahun
Sehingga catatan sejarah Islam menjadi pudar dimakan zaman, sebenarnya jika pemerintah memberikan ruang yang luas untuk mengkaji tentang sejarah Islam Nusantara itu dahulu dapat dimulai ketika ditemukannya catatan Sulaiman (851 M) dan juga catatan Abu Yazid Hasan (916 M).
Akan tetapi hal itu mulai dilirik serius oleh para peniliti setelah peresmian tugu titik Nol Islam Nusantara di Barus oleh Presiden Indonesia beberapa waktu lalu.
Bukti sejarah Islam masih tersimpan rapi di Museum Spanyol yang berisikan surat dari kerajaan Sriwijaya oleh Raja Sri Indrawarman (702-728 M) kepada Khalifah Muawiyyah bin Abu Sofyan (662-681 M) dan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (720-722 M), tentunya hal ini menjadi titik terang dari semrawutnya masalah sejarah Nusantara,
Sriwijaya dan Islam wajib diteliti, di kaji, ditelusuri sehingga dapat menyingkap tabir yang selama ini tersembunyi atau disembunyikan, benang merah itu mulai dari Islam Sriwijaya. (*)