SAAT ini masyarakat Muslim di tanah air lebih memahami jika penyebar Islam khususnya di Pulau Jawa, Walisongo atau Sembilan Wali, adalah keturunan Arab. Namun seorang sejarawan, Prof. Slamet Muljana, memiliki pendapat kalau Walisongo keturunan China.
Dia menuangkan pendapat itu dalam bukunya yang terbit pada tahun 1968, “Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara”. Karena menimbulkan polemik, Kejaksaan Agung melarang buku itu beredar. Pada tahun 2005, penerbit LKiS menerbitkan kembali, karena kajian dalam buku tersebut cukup menarik.
Dalam buku itu, Prof. Slamet menuliskan beberapa nama asli Walisongo yang berbau China, bukan Arab. Slamet menyatakan nama asli Sunan Ampel adalah Bong Swi Hoo. Ia menikah dengan Ni Gede Manila, seorang putri kapitan China di Manila. Mereka dikaruniai putra, Sunan Bonang.
Baca Juga:Pokoknya TeknologiPenyambutan UAS 2018 di Sorong Jadi Bahan Hoax
Prof. Slamet juga menelusuri satu-satunya sunan pribumi, yaitu Sunan Kalijaga. Menurutnya, Sunan yang nama aslinya Raden Said itu sebenarnya Gan Si Cang. Sedangkan Sunan Gunung Jati aslinya Toh A Bo, dan masih keturunan Kerajaan Demak. Selain itu, Sunan Kudus adalah Ja Tik Su.
Namun kesimpulan Prof. Slamet punya beberapa kelemahan sehingga rentan kritik. Sejarawan Lipi, Dr Asvi Warman Adam mengkritik analisa Prof. Slamet yang hanya mengambil dari buku yang ditulis oleh MO Parlindungan, dan kurang melakukan riset mendalam, seperti membaca beberapa naskah di Kelenteng Sam Po Kong, Semarang.
Meskipun begitu, analisa Walisongo versi Prof. Slamet telah memperkaya khazanah kedatangan Islam ke Nusantra. Dan bisa menjadi pemikiran tentang besarnya pengaruh China terhadap kebudayaan kita.
Belum tuntas polemik hipotesis Walisongo keturunan Arab atau China. Belakangan ini, tak kalah hebohnya, salah satu cuplikan di video berbagai YouTube, sejarawan Betawi, Ridwan Saidi memaparkan bahwa Raden Fatah merupakan seorang Yahudi.
“Raden Fatah itu Yahudi bar-bar. Ini panjang ceritanya, bermula dari kemenangan ottoman merebut konstantinopel pada 1453 masehi,” ujar dia, Rabu (4/9).
Menurut dia, pernyataan Raden Fatah yang merupakan Yahudi bar-bar itu ada di dalam buku Ferdinand Mendespito. Menurut Babe sapaan akrabnya, buku berbentuk laporan perang tersebut menceritakan perang Pasuruan melawan pasukan Yahudi. “Jadi itu bukan buku karangan, tapi laporan perang,” ujar mantan anggota DPR periode 1977-1987 itu.