“Kalau bicara referendum, maka sebenarnya hukum internasional sudah tak ada lagi tempat untuk Papua (dan) Papua Barat kita suarakan referendum. Sebab, dalam hukum internasional, referendum itu bukan untuk wilayah yang sudah merdeka,” jelasnya.
Wiranto juga menegaskan kalau sejumlah alasan yang sering dijadikan alasan desakan referendum di Papua dan Papua Barat juga tidak benar.
“Jadi tidak ada seperti berita yang disampaikan Benny Wenda di luar negeri bahwa Indonesia mengebiri hak rakyat Papua dan Papua Barat. Kalau setiap hari ada pembunuhan, pelanggaran HAM, Papua dianaktirikan, itu tidak benar!” kata Wiranto.
Baca Juga:KKN Horor, BMKG Malah Ajak Badarawuhi Sebutan Lelembut Desa PenariDisertasi Doktor UIN Yogya Tentang Hubungan Seks di Luar Nikah, Buya Yahya: Murtad
“Kalau berbicara hak-hak dasar warga papua tidak dipenuhi, hak politik, ekonomi, sosial, budaya merasa dikebiri oleh pemerintah misalnya itupun tidak benar dengan UU otonomi khusus (otsus) hak-hak dasar itu sudah diberikan silakan diatur sendiri oleh pemda disana dengan tetap mengacu hukum Indonesia. ” tegasnya.
Wiranto membeberkan sejumlah pencapaian sebagai bukti komitmen pemerintah terutama sejak era Presiden Jokowi dalam membangun wilayah Papua dan Papua Barat.
“Pemerintah sudah cukup adil bahkan sangat adil karena khusus Papua dan Papua Barat dana yang digelontorkan [untuk pembangunan disana] cukup besar misalnya tahun lalu tercatat Rp 92 trilyun.”
“Sementara dana pendapatan daerah yang tersedot [ke pusat] hanya Rp 26 trilyun, jadi ada subsidi dari pusat untuk pembangunan Papua dan Papua Barat,” tegasnya.
Sebelumnya Wiranto secara terbuka menyebut Benny Wenda yang menjadi pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) terlibat dalam kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Benny Wenda, menurut pemerintah Indonesia menghasut dan memprovokasi sejumlah negara dengan menyebarkan informasi palsu terkait peristiwa tersebut.
“Benar bahwa Benny Wenda adalah bagian dari konspirasi masalah ini,” ujar Wiranto. (*)