1.047 Mahasiswa Korban TPPO di Jerman, Bareskrim: Mahasiswa Elektro Jadi Tukang Panggul

1.047 Mahasiswa Korban TPPO di Jerman, Bareskrim: Mahasiswa Elektro Jadi Tukang Panggul
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro
0 Komentar

SEBANYAK 1.047 mahasiswa yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Jerman mengalami eksploitasi, yaitu dipekerjakan di Jerman sebagai buruh kasar atau kuli.

“Yang kita dapatkan keterangan mereka sebagai tukang angkat-angkat, bahasanya di Indonesia sebagai kuli,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Rabu (27/3/2024).

Hal itu terungkap setelah penyidik memeriksa empat dari 1.047 mahasiswa yang menjadi korban TPPO.

Baca Juga:Ducati Panigale V4 R: Pengalaman Berkendara Unik dengan Teknologi Terdepan, Berikut Spesifikasi dan PrestasinyaPolri Sebut Mahasiswa Korban TPPO di Jerman Dipekerjakan Sebagai Buruh Kasar

“Sementara yang kita hubungkan dari proses penyidikan, mereka itu adalah mahasiswa elektro tetapi di sana dipekerjakan sebagai tukang angkat, tukang panggul. Jadi dipekerjakan dalam posisi yang memang pekerja berat,” ucapnya.

Kasus ini berawal ketika kepolisian mendapatkan laporan dari KBRI Jerman terkait adanya empat orang mahasiswa datang ke KBRI yang sedang mengikuti program ferienjob di Jerman.

“Setelah dilakukan pendalaman, hasil yang didapatkan dari KBRI bahwa program ini dijalankan oleh 33 universitas yang ada di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa yang terbagi di tiga agen tenaga kerja di Jerman,” kata Djuhandhani dalam keterangannya, Rabu (20/3/2024).

Dari informasi KBRI itu, lanjut Djuhandhani, penyidik Satgas TPPO melakukan penyelidikan dan penyidikan sehingga ditemukan beberapa fakta.

Para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB dan pada saat pendaftaran, korban dibebankan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp 150.000 ke rekening atas nama CVGEN dan membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.

“Karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu setelah LOA terbit. Kemudian korban harus membayar sebesar 200 euro kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman dan penerbitan surat itu selama 1-2 bulan yang nantinya menjadi syarat pembuatan visa,” ucapnya.

Tidak hanya itu, para mahasiswa dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp 30 juta sampai Rp 50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.

Baca Juga:Momen Ganjar-Mahfud Bersatu Selamatkan Masa Depan Demokrasi Indonesia di Mahkamah KonstitusiSidang Sengketa Perselisihan Hasil Pemilu, Mahfud MD: Mahkamah Konstitusi Bisa Buat Landmark Decision

Selanjutnya, para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga kerja Jerman dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa.

0 Komentar